TUGAS SOFTSKILL ETIKA PROFESI BISNIS BAB 2
BAB 2
PERILAKU ETIKA
DALAM BISNIS
LINGKUNGAN BISNIS
YANG MEMPENGARUHI ETIKA
Lingkungan
bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu
lembaga organisasi atau perubahan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan bisnis adalah :
a.
Lingkungan Internal
Segala
sesuatu didalam organisasi atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi
atau perusahaan tersebut. Lingkungan intern dapat dikendalikan oleh para pelaku
bisnis, sehingga dapat diarahkan sesuai dengan keinginan perusahaan. Lingkungan
intern meliputi tenaga kerja, peralatan, dan lain-lain.
b.
Lingkungan Eksternal
Segala
sesuatu diluar batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi
organisasi atau perusahaan. Perubahan Lingkungan bisnis yang semakin tidak
menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan persaingan yang
semakin tajam. Lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada diluar kegiatan
bisnis yang tidak mungkin dapat dikendalikan oleh para pelaku bisnis sesuai
dengan keinginannya. Lingkungan ekstern meliputi lingkungan mikro, yaitu
pemerintah, pesaing, publik, stockholder, dan konsumen, dan lingkungan makro,
yaitu demografi, sosial politik, dan sosial budaya.
PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek berkaitan
dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam suatu
perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja,
pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah
bisnis bisnis yang beretika,yaitu bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan
yang dijalankan dengan menaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan
peraturan yang berlaku.
Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Coux Round Table, yaitu:
·
Tanggung jawab dalam hal yang dikerjakan
·
Dalam aspek berbisnis harus menuju inovasi,keadilan, dan komunitas
dunia
·
Saling percaya dalam perilaku
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku etika, yaitu:
a.
Perbedaan Budaya
Perilaku
bisnis orang Indonesia tentu saja berbeda dengan Negara lain. Hal yang sama,
daerah atau kota tertentu berbeda perilaku bisnisnya dengan daerah lain.
Semakin banyak hal yang diketahui dan semakin baik seseorang memahami suatu
situasi, semakin baik pula kesempatannya dalam membuat keputusan-keputusan yang
etis. Ketidaktahuan bukanlah alasan yang dapat diterima dalam pandangan hukum,
termasuk masalah etika.
b.
Pengetahuan
Semakin banyak hal yang diketahui dan
semakin baik seseorang memahami suatu situasi, semakin baik pula kesempatannya
dalam membuat keputusan-keputusan yang etis. Ketidaktahuan bukanlah alasan yang
dapat diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah etika.
c.
Perilaku
Organisasi
Dasar
etika bisnis adalah bersifat kesadaran etis dan meliputi standar-standar
perilaku. Banyak organisasi menyadari betul perlunya menetapkan peraturan-peraturan
perusahaan terkait perilaku dan menyediakan tenaga pelatih untuk memperkenalkan
dan memberi pemahaman tentang permasalahan etika.
Adapun beberapa faktor lain yang mempengaruhi
Perilaku etika bisnis, yaitu :
a.
Physical, Kualitas air dan udara, keamanan
b.
Moral, kebutuhan
akan kejujuran (fairness) dan keadilan (equity)
c.
Bad Judgment, Kesalahan operasi, kompensasi eksekutif
d.
Activist Shareholders, Shareholders etis, konsumen dan
environmentalist
e.
Economic, Kelemahan, tekanan untuk bertahan
f.
Competition, Tekanan global
g.
Financial Malfeasance, Berbagai skandal akuntansi dan keuangan
h.
Governance Failures, Pengakuan terhadap arti penting good
governance dan isu-isu etika
i.
Accountability, Kebutuhan akan transparansi
j.
Synergy, Publikasi, perubahan-perubahan yang berhasil
k.
Institutional Reinforcement, Hukum/UU baru untuk mereformasi praktik bisnis
dan profesi
KESALINGTERGANTUNGAN
ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT
Dalam bisnis perusahaan sangat terkait
dengan aktivitas publik. Lingkungan bisnis memiliki ketergantungan yang kuat
dengan kehidupan ekonomi anggota masyarakat. Karena lingkungan itulah, bisnis
mempunyai kepentingan untuk mengelola pihak-pihak yang berasal dari berbagai
latar belakang (social, budaya, dan politik).
Perusahaan berhubungan dengan masyarakat
melalui berbagai kebijakan. Namun perusahaan tidak hanya berhubungan dengan
masyarakat melalui kebijakan. Perusahaan juga berhubungan dengan masyarakat
melalui “aktivitas lapis kedua”. Aktivitas ini tidak secara langsung
berhubungan dengan tindakan, melainkan sebagai konsekuensi atas aktivitas yang
mengarah pada pencapaian tujuan dan misi.
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
1.
Pandangan klasik
: tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah
memaksimalkan laba (profit oriented)
Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
2.
Pandangan sosial
ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan
laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan social
KEPEDULIAN PELAKU BISNIS
TERHADAP ETIKA
Suatu perusahaan
dalam berbisnis tidak hanya bermaksud memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen.
Namun mampu menyediakan sarana-sarana yang dapat menarik minat dan perilaku
membeli konsumen. Para pelaku bisnis secara umum memiliki kepedulian terhadap
masyarakat. Perusahaan memiliki maksud dan tujuan bisnis yang sangat terkait
erat dengan factor-faktor berikut :
1.
Pemenuhan
kebutuhan
2.
Keuntungan usaha
3.
Pertumbuhan dan
perkembangan yang berkelanjutan
4.
Mengatasi
berbagai resiko
5.
Tanggungjawab
social
PERKEMBANGAN DALAM ETIKA BISNIS
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah
luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur
dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan
atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara
etika dan bisnis. Namun demikian bila menyimak etika bisnis seperti dikaji dan
dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana
etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status
sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Etika bisnis menjadi fenomena global pada
tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat
nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis
telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di
Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy
pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh
manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian
institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada
beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan
mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang
melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan
pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.
ETIKA BISNIS DAN AKUNTANSI
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan.
Kewajiban akuntan sebagai profesional
mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan
integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus
serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis.
Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama
dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi
kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Dalam menciptakan etika bisnis,
Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pengendalian
diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan
tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya
excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi
Bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan
persaingan yang sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini
jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan
keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan
keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
7. Mampu
menyatakan yang benar itu benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang
terkait.
8. Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha
kebawah
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada
"oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep
etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
Jika
etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya
sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan
Hal
ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
"proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis
yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat
diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi
dimuka bumi ini.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar