Minggu, 13 Maret 2016

SUBYEK DAN OBYEK HUKUM






SUBYEK DAN OBYEK HUKUM

PENGERTIAN SUBYEK HUKUM
Subyek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tertentu berdasarkan dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Menurut Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung dari hak dan kewajiban yang ada. Menurut Riduan Syahrani, subyek hukum merupakan pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Sedangkan Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban dari hukum.

§  Subyek Hukum terdiri dari dua jenis, yaitu:

1.       Manusia (Naturlife Persoon)
Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku. Seorang manusia sebagai pembawa hak ( subyek hukum ) dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal dunia, sehingga dikatakan bahwa manusia hidup, ia menjadi manusia pribadi, kecuali dalam pasal 2 Ayat 1 KUH Perdata . 
Dengan demikian, setiap manusia pribadi sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum, kecuali dalam undang-undang yang dinyatakan tidak cakap. sepertinya hal dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum, yaitu:

Ø  Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
Ø  Tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Sementara, berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian   adalah :
  1. Orang- orang yang belum dewasa ( belum mencapai usia 21 tahun )
  2. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
  3. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.

    2. Badan Hukum Publik ( Recht Persoon) 

      Badan Hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan Hukum yaitu orang-orang yang diciptakan oleh Hukum. Oleh karena itu, badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia. Dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat dilakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, badan hukum dapat bertindak dengan peraturan pengurus-pengurusnya.

Badan hukum (Rechts Persoon) dapat  dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
2.      Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.




PENGERTIAN OBYEK HUKUM
     Objek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yaitu benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingn bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik (eigendom).
    Kemudian berdasarkan Pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yaitu  benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) dan benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriekegoderan). 

Ø Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) . Benda yang bersifat kebendaan adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat,diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari 
     a. benda bertubuh/berwujud, meliputi:


1.      Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
2.      Benda tidak bergerak

b.      Benda tidak bertubuh / tidak berwujud, seperti surat berharga.

Ø  Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan)
Adalah suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indera saja ( tidak dapat dilihat ) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merek perusahaan, paten, ciptaan musik atau lagu.   

PENGERTIAN HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT SEBAGAI PELUNASAN UTANG
           Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). 
          Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yaitu dikatakan bahwa bagi mereka yang menjamin harus mengembalikan dalam bentuk dan kualitas yang sama.

MACAM-MACAM  PELUNASAN UTANG
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
1.      Pelunasan Utang Bagi Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
a.       Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
  1. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

2.      Pelunasan Utang Bagi Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
 
1.      Gadai
d           Dalam Pasar 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memeliahara benda itu dan biaya biaya itu didahulukan. 
2. Hipotik      
           Hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUH Perdaa\ta adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhitungan (verbintenis )
3. Hak Tanggungan  
         Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), Hak tanggungan meerupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
 4. Fidusia 
         Fidusia dikenal dengan nama Fiduciare Eigendoms Overdracht yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.


2









REFERENSI:
Elsi Kartika Sari, S.H., 2005, Hukum dalam Ekonomi, Grasindo, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar