Rabu, 16 Maret 2016

HUKUM PERIKATAN



HUKUM PERIKATAN

PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN
                Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang pihak atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya
Dalam bahasa Belanda perikatan disebut verbintenissenrecht. Terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli hukum dalam memberikan istilah hukum perikatan, seperti Wiryono Prodjodikoro dan R. Subekti.
1. Wiryono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-asas Hukum Perjanjian, (bahasa Belanda: het verbintenissenrecht) jadi, verbintenissenrecht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian bukan hukum perikatan.
2. Subekti tidak menggunakan istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai dengan judul Buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata, R. Subekti menulis perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab didalam buku III KUH Perdata memuat tentang perikatan yang timbul dari :
  1. Persetujuan dan perjanjian,
  2. Perbuatan yang melanggar hukum,
  3. Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.

DASAR HUKUM PERIKATAN

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu Perikatan terjadi karena undang-undang semata dan  Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERIKATAN

Asas-asas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yaitu :

1. Asas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

2. Asas Konsensualisme
Asas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah

1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.

2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.

3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.

4. Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

HAPUSNYA PERIKATAN
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut:
  1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela,
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
  3. Pembaharuan hutang,
  4. Perjumpaan hutang atau kompensasi,
  5. Percampuran hutang,
  6. Pembebanan hutang,
  7. Musnahnya barang yang terhutang,
  8. Pembatalan,
  9. Berlakunya suatu syarat batal,
  10. Lewat waktu.









REFERENSI:
Elsi Kartika Sari, S.H., 2005, Hukum dalam Ekonomi .Grasindo, Jakarta

HUKUM PERDATA



HUKUM PERDATA

PENGERTIAN HUKUM PERDATA

1.      Sudikno Mertokusomo
Menurut Sudikno Mertokusomo, Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hak dan juga kewajiban setiap orang yang ada dalam keluarga atau masyarakat tersebut. Pelaksanaan hukum ini diserahkan kepada masing-masing pihak.
2.      Van Dunne
Menurut Van Dunne, Hukum Perdata adalah aturan untuk mengatur hal-hal esensial untuk kebebasan individu, seperti orang dan juga keluarganya atau perikatan dan juga hak miliknya
3.      F.A Vollmar
Menurut F.A Vollmar, Hukum Perdata adalah aturan atau norma yang membatasi perlindungan pada kepentingan perseorangan.
Jadi, Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.


KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Hukum Perdata di Indonesia masih bersifat Pluralisme karena adanya beraneka ragam adat istiadat, karena Indonesia terdiri dari banyak suku. Kondisi Hukum Perdata di Indonesia juga dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
  1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
  2. Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
    1. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
    2. Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
    3. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).


Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas.

Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu
a.       Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
b.      Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c.       Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina,India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa  Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
.

Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131,I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
  1. Hukum perdata dan dagang diletakan dalam kitab undang-undang yaitu kodifikasi.
  2.  Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundangan-undangan yang berlaku dinegeri belanda.
  3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asia dan Timur Asing jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka mengkhendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
  4.  Orang Indonesia asli dan orang Timur asing, sepanjang mereka belum ditudukan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa.
  5. Sebelumnya untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.


SISTEMATIKA HUKUM PERDATA

Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu , darI pemberlaku Undang-Undang berisi :

Buku I  : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal Benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaandan hukum warts.
Buku III: Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku IV: Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dart adanya daluwarsa itu.


Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian
yaitu :
I.                    Hukum tentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

II.                  Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu :
- Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan
curatele.


III.                 Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan
ialah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap
orang,oleh karena itu dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku
terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya di namakan hak
perseorangan.



IV.                Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika is meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.




REFERENSI:

Minggu, 13 Maret 2016

SUBYEK DAN OBYEK HUKUM






SUBYEK DAN OBYEK HUKUM

PENGERTIAN SUBYEK HUKUM
Subyek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tertentu berdasarkan dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Menurut Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung dari hak dan kewajiban yang ada. Menurut Riduan Syahrani, subyek hukum merupakan pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Sedangkan Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban dari hukum.

§  Subyek Hukum terdiri dari dua jenis, yaitu:

1.       Manusia (Naturlife Persoon)
Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku. Seorang manusia sebagai pembawa hak ( subyek hukum ) dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal dunia, sehingga dikatakan bahwa manusia hidup, ia menjadi manusia pribadi, kecuali dalam pasal 2 Ayat 1 KUH Perdata . 
Dengan demikian, setiap manusia pribadi sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum, kecuali dalam undang-undang yang dinyatakan tidak cakap. sepertinya hal dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum, yaitu:

Ø  Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
Ø  Tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Sementara, berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian   adalah :
  1. Orang- orang yang belum dewasa ( belum mencapai usia 21 tahun )
  2. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
  3. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.

    2. Badan Hukum Publik ( Recht Persoon) 

      Badan Hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan Hukum yaitu orang-orang yang diciptakan oleh Hukum. Oleh karena itu, badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia. Dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat dilakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, badan hukum dapat bertindak dengan peraturan pengurus-pengurusnya.

Badan hukum (Rechts Persoon) dapat  dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
2.      Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.




PENGERTIAN OBYEK HUKUM
     Objek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yaitu benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingn bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik (eigendom).
    Kemudian berdasarkan Pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yaitu  benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) dan benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriekegoderan). 

Ø Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) . Benda yang bersifat kebendaan adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat,diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari 
     a. benda bertubuh/berwujud, meliputi:


1.      Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
2.      Benda tidak bergerak

b.      Benda tidak bertubuh / tidak berwujud, seperti surat berharga.

Ø  Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan)
Adalah suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indera saja ( tidak dapat dilihat ) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merek perusahaan, paten, ciptaan musik atau lagu.   

PENGERTIAN HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT SEBAGAI PELUNASAN UTANG
           Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). 
          Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yaitu dikatakan bahwa bagi mereka yang menjamin harus mengembalikan dalam bentuk dan kualitas yang sama.

MACAM-MACAM  PELUNASAN UTANG
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
1.      Pelunasan Utang Bagi Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
a.       Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
  1. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

2.      Pelunasan Utang Bagi Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
 
1.      Gadai
d           Dalam Pasar 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memeliahara benda itu dan biaya biaya itu didahulukan. 
2. Hipotik      
           Hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUH Perdaa\ta adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhitungan (verbintenis )
3. Hak Tanggungan  
         Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), Hak tanggungan meerupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
 4. Fidusia 
         Fidusia dikenal dengan nama Fiduciare Eigendoms Overdracht yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.


2









REFERENSI:
Elsi Kartika Sari, S.H., 2005, Hukum dalam Ekonomi, Grasindo, Jakarta.